Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info

Sondag 28 April 2013

TEKANAN DARAH DAN SUHU

TEKANAN DARAH & SUHU


*      Tanda vital


a)      Suhu


Peningkatan suhu tubuh masa nifas pada umumnya disebabkan oleh


dehidrasi  akibat keluarnya cairan pada waktu melahirkan ,selain itu di sebabkan oleh istirahat dan tidur yang di perpanjang selama awal persalinan .pada umumnya , suhu tubuh kembali normal setelah 12 jam postpartum.peningkatan suhu mencapai >38 c mengarah ketanda infeksi.


b)      Denyut nadi dan fernapasan


 Nadi antara 60  - 80 kali / menit , denyut nadi atas 100 kali / menit


pada masa nifas mengindikasikan adanya infeksi ,salah satu akibatnya adalah proses persalinan sulit atau kehilangan darah yang berlebihan jika tangkikardia tidak di sertai panas , kemungkinan di sebabkan oleh adanya vitum kordis .beberapa ibu postpartum kadng – kadang mengalami berada kardia puerperal ,yang denyut nadinya mencapai 40 sampai 50 kali / menit .


            beberapa penyebab yang mungkin telah di ketahui ,namun belum ada penelitian membuktikannya sebagai kelainan.ernafasan harus berada dalam rentang yang normal ( 20 – 30 kali / menit ).


c)      Tekanan darah


Ada beberapa kasus di temukan keadaan hipertensi post partum


,tetapi keadaan ini akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit lain yang menyertai dalam 2 bukti pengobatan .


*      Tekanan darah


Persalinan tahap pertama


ü  Meningkatkan selama kontraksi , jika wanita berada pada posisi telentang.


Sistolik 10 – 20 mmhg


Diastolic 5 – 10 mmhg


ü  Tidak terjadi peningkatan selama kontraksi , jika wanita berada pada posisi miring .


ü  Dapat meningkat bila ada nyeri , rasa takut atau keperhatinan


ü  Akan lebih baik jika di ukur di antara waktu kontraksi


 


Persalinan tahap kedua


ü  Dapat meningkatkan sewaktu kontraksi 14 sampai 25 mmhg


ü  Dapat meningkat sampai 10 mmhg di antara kontraksi sewaktu ibu mengedan .


*      Metabolisme


ü  Metabolisme karbohidrat dapat berlangsung secara aerob dan anaerob, meningkat secara terus menerus akibat kecemasan dan aktifitas otot rangka.


ü  Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan suhu tubuh denyut nadi , pernafasan , curah jantung dan kehilangan cairan.


*      Suhu


ü  Sedikit meningkat selama persalinan ( 0,5 sampai 1 c)


ü  Meningkat tajam selama dan segera setelah kelahiran


ü  Peningkatan suhu tubuh juga mengindikasikan adanya dehidrasi atau infeksi.


 


 


*      Denyut nadi ( denyut jantung )


ü  Selama kontraksi , denyut nadi


Selama meningkatnya nyeri ( stadium incrementi menurun selama dan di antara waktu kritis penyakit samai mendekati titik rendah )


Selama menurunnya nyeri ( stadium decrement ) hingga mencapai normal di anatara waktu kontraksi .


ü  Sedikit meningkat di antara waktu kontraksi di bandingkan dengan denyut para persaiman


ü  Meningkat selama kedua ,di sertai taki kardi yang memuncak pada saat kelahiran .


*      Pengukuran suhu


            Defenisi


            Suhu tubuh adalah keseimbangan antara panas yang di peroleh dengan panas yang hilang.


            Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh


Ø  Variasi diurnal


Ø  Digesti


Ø  Laju metabolisme basal


Ø  Mandi hangat


Ø  Anastesia


Ø  Alcohol


*      Tempat pengukuran tubuh


Memilih tempat sementara ada tidaknya alat tertentu secara otomatis mempengaruhi pemilihan tempat pengukuran suhu , hal – hal ini harus di pertimbangkan dalam menentukan pilihan tersebut.


§  Keterjangkauan tempat


§  Keamanan


§  Ketersediaan alat


§  Kemampuan ibu untuk mematuhi


§  Kebijakan setempat


Tepmat yang banyak di gunakan tempat pemeriksaan berikut ini bersifat siap akai sehingga banyak di gunakan pengukuran suhu .


·         Oral ( mulut atau kavitas bukal )


·         Rectal


·         Timpanik


·         Aksila


Keempat tempat tersebut akan di jelaskan lebih lanjut secara rinci tempat lain yang jarang tetapi dapat di gunakan


·         Arteri pulmonary


Hanya dapat di gunakan pada klien dengan tingkat ketergantungan asuhan yang tinggi .misalnya : pada unit terapi intensif.


·         Esophagus seperti di atas


·         Kulit


 


*      Tekanan arteri rata – rata


Tekanan arteri rata – rata merupakan tekanan yang mendorong darah


Melewati system sirkulasi .tekanan arteri rata – rata ini dapat di hitung secara matematis .atau elektronis dengan menggunakan rumus .


            Tekanan arteri rata – rata = 1/3 tekanan  sistolik + 2/3 tekanan diastolic.


Tekanan sistolik merupakan tekanan pada dinding pembuluh darah setelah sistolik ventikuler ketika arteri mengandung banyak darah maka saat itu terjadi tekanan yang maksimal tekanan sistolik di tentukan oleh :


*      Jumlah darah yang di eheksilkan kedalam arteri ( isi secukup )


*      Kekuatan kontraksi


*      Distensibilitas dinding arteri


Tekanan diastolic merupakan tekanan pada dinding pembuluh darah selain diastole pertikuler.ketika arteri berisi sedikit daerah tekanan pada dinding daerah


*      Tingkat tahanan perier


*      Tekanan sistolik


*      Curah jantung


Turunan diastolic menurun bila ketiga faktor tersebut menurun,terutama pada prekuensi jantung lebih lambat sehingga sisa darah dalam arteri lebih sedikit .


Tekanan nadi merupakan perubahan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolic .


 


tonus uterus dan tinggi fundus uterus


 


Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Mochtar, 2002).


Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal atau persalinan spontan adalah bila bayi lahir dengan letak belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002).


Kesimpulan : Persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi yang telah cukup bulan melalui jalan lahir atau jalan lainnya, dengan bantuan atau tanpa bantuan.


 


Tahapan persalinan adalah :


1. Kala I : Pembukaan Sevik - 10 cm (lengkap)


2. Kala II : Pengeluaran janin


3. Kala III : Pengeluaran & pelepasan plasenta


4. Kala IV : Dari lahirnya uri selama 1 - 2 jam


 


Yang dimaksud dengan kala IV adalah 1-2 jam setelah pengeluaran uri Asuhan Kala IV 1. Fisiologi Kala IV


Kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk memantau kondisi ibu.


 


2. Evaluasi Uterus


    Setelah keiahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan. Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkantraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan Kompresi Bimanuat


 


3. Pemeriksaan Servik, Vagina dan Perineum


     Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet. Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan rectal toucher.


Laserasi dapat dikategorikan dalam :


1. Derajat pertama : laseras mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.


2. Derajat kedua : laserasi mengenai mukosa vagina kulit dan jaringan perineum (perlu          dijahit).


3. Derajat ketiga : laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan  spinkter ani.


4. Derajat empat : laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani yang meluas hingga ke rektum. Rujuk segera.


Prinsip Penjahitan Luka Episiotomi.


Laserasi Perineum Indikasi Episiotomi


1. Gawat janin


2. Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, tindakan vakum ataupun farsep).


3. Jaringan parut (perineum dan vagina) yang menghalangi kemajuan persalinan.


 


Tujuan Penjahitan


1. Untuk menyatukan kembali jaringan yang luka


2. Mencegah kehilangan darah


 


4. Pemantauan Kata IV


Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat pendarahan. Kematian ibu pasca persalinan biasanya terjadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh ineksi, perdarahan dan eklampsia post partum. Selama Kala IV, pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan.


Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang berupa :


1. Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus


2. Evaluasi tinggi fundus uteri.


     Caranya :


·         letakkan jari tangan anda secara melintang antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau dibawah pusat


3. Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan


4. Pemeriksaan perineum dari perdarahan aktif (apakah dari laserasi atau luka           episiotomi)


5. Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi


6. Pendokumentasian Penilaian Klinik Kala IV


·         Fundus dan kontraksi uterus. Rangsangan taktil uterus dilakukan untuk merangsang terjadinya kontraksi uterus yang baik. Dalam hal ini sangat penting diperhatikan tingginya fundus uteri dan kontraksi uterus.


·         Pengeluaran pervaginam pendarahan : Untuk mengetahui apakah jumlah pendarahan yang terjadi normal atau tidak. Batas normal pendarahan adalah 100-300 ml. Lokhea : jika kontraksi uterus kuat, maka lokea tidak lebih dari saat haid.


·         Plasenta dan selaput ketuban. Periksa kelengkapannya untuk memastikan ada tidaknya bagian yang tersisa dalam uterus.


·         Kandung kencing. Yakinkan bahwa kandung kencing kosong. Hal ini untuk membantu involusio uteri.


·         Perineum. Periksa ada tidaknya luka / robekan pada perineum dan vagina.


·         Kondisi ibu. Periksa vital sign, asupan makan dan minum.


·         Kondisi bayi baru lahir. Apakah bernafas dengan baik ? Apakah bayi merasa hangat ? Bagaimana pemberian ASI ? Diagnosis 1. Involusi normal Tonus – uterus tetap berkontraksi Posisi – TFU sejajar atau dibawah pusat Perdarahan – dalam batas normal (100-300 ml) Cairan – tidak berbau 2. Kala IV dengan penyuli Sub involusi – kontraksi uterus lemah, TFU diatas pusat. Perdarahan – atonia, laserasi, sisa plasenta / selaput ketuban Bentuk Tindakan Dalam Kala IV Tindakan Baik : 1. Mengikat tali pusat 2. Memeriksa tinggi fundus uteri 3. Menganjurkan ibu untuk cukup nutrisi dan hidrasi 4. Membersihkan ibu dari kotoran 5. Memberikan cukup istirahat 6. Menyusui segera 7. Membantu ibu ke kamar mandi 8. Mengajari ibu dan keluarga tentang pemeriksaan undus dan tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi. Pemantauan Lanjut Kala IV Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV adalah : 1. Vital sign - Tekanan darah normal < 140/90 mmHg; Bila TD < 90/60 mmHg, N > 100 x/ menit (terjadi masalah); Masalah yang timbul kemungkinan adalah demam atau perdarahan. 2. Suhu - S > 380 C (identifikasi masalah); Kemungkinan terjadi dehidrasi ataupun infeksi. 3. Nadi 4. Pernafasan 5. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri - Kontraksi tidak baik maka uterus teraba lembek; TFU normal, sejajar dengan pusat atau dibawah pusat; Uterus lembek (lakukan massase uterus, bila perlu berikan infeksi oksitosin atau methergin). 6. Perdarahan - Perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu pembalut atau seperti darah haid yang banyak. Jika lebih dari normal identifikasi penyebab (dari jalan lahir, kontraksi atau kandung kencing). 7. Kandung kencing - Bila kandung kencing penuh, uterus berkontraksi tidak baik. Tanda Bahaya Kala IV Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dan keluarga tehtang tanda bahaya : 1. Demam. 2. Perdarahan aktif 3. Bekuan darah banyak. 4. Bau busuk dari vagina. 5. Pusing. 6. Lemas luar biasa. 7. Kesulitan dalam menyusui. 8. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa. Observasi Pasca Persalinan 7 Pokok penting yang harus diperhatikan pada kala IV : 1. Kontraksi uterus harus baik. 2. Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain. 3. Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap. 4. Kandung kencing harus kosong. 5. Luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma. 6. Resume keadaan umum bayi: 7. Resume keadaan umum ibu. Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saia mengalami perubahan fisik yang luar biasa. Si ibu melahirkan bayi dari perutnya dan bayi sedang menyesuaikan diri dari dalam perut ibu ke dunia luar. Petugas atau bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan bahwa keduanya dalam kondisi yang stabil dan mengambil tindakan yang tepat untuk melakukan stabilisasi. Penanganan : Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit selama jam. kedua. Jika kontraksi tidak kuat, masase uterus sampai menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi, otot uterus akan menjepit pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan. Hal ini dapat mengurangi kehilangan darah dan mencegah perdarahan pasca persalinan. - Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih, dan perdarahan setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua - Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi. Tawarkan ibu makanan dan minuman yang disukainya. - Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering. - Biarkan ibu beristirahat karena ia telah bekerja keras melahirkan bayinya. Bantu ibu pada posisi yang nyaman - Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi, sebagai permulaan dengan menyusui bayinya. - Bayi sangat siap segera setelah kelahiran. Hal ini sangat tepat untuk memulai memberikan ASI. Menyusui juga membantu uterus berkontraksi. - Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun, pastikan ibu dibantu karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan. Pastikan ibu sudah buang air kecil dalam 3 jam pasca persalinan. - Ajari ibu atau anggota keluarga tentang : bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi. Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi. Selama 2 jam pertama setelah melahirkan, organ-organ ibu mengalami penyesuaian awal terhadap keadaan tidak hamil dan system tubuh mulai menjadi stabil. Selama beberapa jam bayi yang baru lahir terus menjalani transisi dari keadaan intrauterine ke ektrauterin. Keterampilan perawat dapat memberi makna yang besar selama tahap keempat. Penatalaksaan perawatan Hasil akhir yang diharapkan dalam persalinan tahap keempat dapat mencakup : - Wanita akan memerlukan tidak lebih dari satu pembalut setiap jam. - Wanita akan berkemih dengan spontan dengan jumlah lebih dari 300 ml dalam waktu 6-8 jam setelah melahirkan. - Wanita akan mengutarakan penerimaan terhadap proses persalinan setelah mengungkapkan kekhawatirannya. - Wanita akan menunjukan perilaku ikatan batin dengan bayi - Wanita akan mengatakan bahwa ia tidak merasa nyeri setelah dilakukan tindakan untuk meredakan nyeri Adapun perawatan yang dapat diberikan pada ibu di kala IV persalinan adalah sebagai berikut : 1. Perawatan kolaboratif Selama tahap keempat persalinan, perawat harus mengatur perawatan agar mencakup observasi tanda-tanda vital, usaha untuk meredakan nyeri, penyuluhan kepada ibu, dan perawatan bayi. Selama tahap keempat persalinan, perawat memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengajar ibu baru. Tanpa memandang jumlah paritas, ibu baru tetap dapat menperoleh manfaat dari penjelasan mengenai berbagai tind`kan perawatan selama periode pascapartum. Penyuluhan dikaitkan dengan tujuan, pengkajian, temuan pengkajian, tindakan keperawatan, dan evaluasi perawatan. 2. Mencegah perdarahan Pendarahan pascapartum dianggap terjadi jika kehilangan darah mencapai 500 ml atau lebih dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. Suhu, denyut nadi, dan tekanan ibu diperiksa dan dicatat dan harus berada dalam batas-batas normal. Setelah persalinan yang sulit, tekanan darah sistolik kurang dari 110 mmHg disertai frekuensi nadi lebih dari 100 denyut/menit biasanya disebabkan oleh pendarahan atau syok. Uterus harus dipalpasi dengan sering untuk memastikan uterus tidak berisi darah. Pembalut harus sering diperiksa untuk memastikan darah yang keluar tidak berlebihan. Uterus yang relaksasi akan mengembangakibat adanya darah dan bekuan darah, sehingga pembuluh darah pada sisi plasenta tidak terjepit dan ini mengakibatkan terjadinya pendarahan. Uterus menjadi tidak berfungsi sebagai "jahitan yang hidup", yang membantu terjadinya kontraksi uterus. Dengan habisnya efek oksitosik setelah melahirkan, jumlah lokia akan bertambah karena miometrium sedikit banyak berelaksasi. Perawat harus selalu memeriksa daerah dibawah bokong ibu, demikian pula pembalutnya. Darah dapat mengalir di antara bokong menuju kain di bawah bokong ibu sementara jumlah yang diserap pembalut sedikit. Sumber potensial lain perdarahan adalah terbentuknya hematoma di bawah mukosa vagina atau pada jaringan ikat vulva. Ini dapat terjadi akibat cedera pembuluh darah selama persalinan atau sewaktu memperbaikan robekan / episiotomi. Perdarahan dapat berlangsung lambat, tetapi terus - menerus karena darah merembes dari pembuluh darah dan meregang jaringan di sekitarnya. Hematoma vulva dapat lihat dengan bertambahnya pembengkakan. Biasanya hematoma terjadi uniteral dan warnanya menjadi keunguan. Hematoma vagina biasanya hanya ditemukan melalui pemeriksaan manual. Perawatan setelah prosedur ini mencakup pemantauan seksama daerah perineum dan kehilangan darah, upaya mempertahankan cairan intravena, pemantauan tanda-tanda vital dan hasil laboratorium. Upaya mempersiapkan kemungkinan perlunya transfusi, dan memberi antibiotik yang diresepkan sebagai upaya mencegah infeksi. Apabila perdarahan tampak sebagai tetesan yang terus menerus dan terlihat memancar, perlu dicurigai adanya laserasi vagina dan serviks atau adanya pembuluh darah yang tidak diikat pada episiotomi dan kemungkinan besar perlu dilakukan tindakan bedah untuk memperbaikinya. 3. Syok Hipovolemik Akibat perdarahan dapat terjadi pada tahap keempat persalinan normal. Identifikasi, diagnosis, dan intervensi yang segera biasanya dapat dengan cepat memulihkan tekanan darah, nadi, dan tanda-tanda lain. Pemulihan terjadi jika terdapat volume darah sirkulasi yang memadai untuk tumbuh dan mengompesasi kehilangan darah atau jika diberikan infus intravena. Tindakan seperti pijatan uterus dan pemberian oksitosin IV dilakukan untuk mencegah kehilangan darah lebih lanjut. Perawat kemudian mencatat semua intervensi perawatan dan medis yang telah dikerjakan dan hasilnya (Luegenbiehl, 1991). Kotak kedaruratan membuat referensi cepat tentang tanda dan gejala bahaya serta intervensi untuk syok hipovolemik. 4. Mencegah distensi kandung kemih Palpasi untuk menentukan jumlah distensi (pergangan) kandung kemih. Harus dilakukan sewaktu melakukan palpasi fundus. Kandung kemih yang penuh akan menekan uterus ke atas dan ke sebelah kanan garis tengah. Posisi ini akan menyebabkan uterus berelaksasi. Akibatnya, terjadi perdarahan, distensi kandung kemih dapat terjadi pada atoni dinding kandung kemih. Atoni menyebabkan retensi urine, yang menciptakan lingkungan yang baik untuk ineksi. 5. Menjaga keamanan Ibu dibiarkan beristirahat dengan nyaman di tempat tidur. Wanita yang baru saja merlahirkan perlu terus berada di tempat tidur untuk waktu tertentu agar system tubuhnya dapat beradaptasi kembali terhadap perubahan volume cairan 6. Mempertahankan kenyamanan Perawat dapat memberi rasa nyaman kepada wanita dengan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Menjelaskan fisiologi normal nyeri setelah melahirkan b. Menolong ibu mempertahkan kandung kemihnya kosong c. Menempatkan selimut hangat di atas perut ibu d. Memberi analgesik yang di instruksikan oleh petugas jasa kesehatan e. Anjurkan latihan relaksasi dan pernafasan 7. Menjaga kebersihan Perawatan perineum akan menambah kenyamanan dan keamanan ibu (pencegahan infeksi). Pembalut perineum yang bersih ditempatkan pada tempatnya, bokong dikeringkan, dan pakaian yang basah diangkat sehingga wanita akan merasa hangat an nyaman. Perawat harus mengenakan sarung tangan bersih sebelum menyentuh pakaian ibu, pembalut perineum yang kotor atau daerah perineum. Wanita dianjurkan mengganti pembalutnya setiap kali ke kamar mandi. 8. Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi Pembatasan asupan makanan dan cairan serta kehilangan cairan (darah, keringat, atau muntah) selama persalinan dapat membuat wanita tiba-tiba ingin segera makan dan minum setelah melahirkan. Apabila wanita menerima jenis anastesi lain ahli anastesi akan menentukan kapan efek anastesi akan hilanga dan ia boleh mulai minum. Perdarahan yang banyak dapat menjadi tanda serpihan plasenta tertinggal, yang membutuhkan anastesi umum untuk membuang serpihan plasenta dan menghentikan perdarahan. 9. Mendukung kebutuhan psikososial orang tua Keadaannya psikososial ibu yang baru dapat berkisar dari euforia dan sejahtera sampai rasa mengantuk yang ditandai dengan tidak menyadari apa yang terjadi di lingkungannya. Seperti telah di utarakan sebelumnya, reaksi-reaksi pertama ibu dan ayah yang baru terhadap anak mereka yang baru lahir sangat bervariasi. Reaksi-reaksi ini akan menjadi petunjuk bagi tim perinatal dalam membuat rencana perawatan untuk setiap individu


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


Perdarahan Kala IV



1. Pengertian


Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).     
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)         
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).


 


2. KlasifikasiPerdarahan


Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:          
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir          
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir       


Cara Memperkirakan Kehilangan Darah        


Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap handuk, kain atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui penghitungan jumlah sarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot di bawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah, bukanlah cara efektif untuk mengukur kehilangan darah dan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring di atas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusukan bayinya.           


Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu telah kehilangan satu liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250 ml darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu.          



Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah ibu (2000-2500 ml). Penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala empat melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi uterus.


Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :           
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.       
3.Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:      
1. Atonia Uteri           
2. Retensi Plasenta     
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban 
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)   
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)                      
4. Trauma jalan lahir   
a. Episiotomi yang lebar         
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim      
c. Rupture uteri          
5. Penyakit darah       
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia/hipofibrinogenemia. 
6. Hematoma  
7. Inversi Uterus        
8. Subinvolusi Uterus


Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;       
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.       
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).                   
4. Bekas operasi Caesar.        
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.  
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.     
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.        
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.    
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.          
5. Inversi uteri primer dan sekunder.


Masalah yang terjadi pada kala IV dan penanganannya       
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.    
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:         
a). plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau     
b). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.         
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:      
a). kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);
b). plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).       
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).


II. INSIDEN 
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%–17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.


III. ANATOMI         
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).        
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.  
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin. 


IV. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS    
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. 
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:      


1.      Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.  


2.      Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).


3.      Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.


4.      Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.   


Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah


       v   sering ada pancaran darah yang mendadak,


       v   uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat,


       v   uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina,


       v   serta tali pusat yang keluar lebih panjang.     


Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :       


a.       Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.


b.      Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.


c.       Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.


V. GEJALA KLINIS


a.       Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.    


b.      Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus. 


VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG 


    v   Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.


    v   Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.


VII. DIAGNOSA BANDING


           
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.   


VIII. PENATALAKSANAAN      


Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:           


·         Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.       


·         Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.    


·         Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.


Cara manual plasenta :           


1.      Memasang infus cairan dekstrose 5%.           


2.      Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci hama.


3.      Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah.


4.      Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.


5.      Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.


6.      Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.


IX. KOMPLIKASI  



Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:        
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.  
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
3. Sepsis         
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.        


X. PROGNOSIS


Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.   
Invertio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.           
Pembagian inversio uteri :      


1.      Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.   


2.      Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.


3.      Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.


Penyebab inversio uteri :        
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :  
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.       
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
3. Patulous kanalis servikalis. 
Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.        


Diagnosis dan gejala klinis inversio uteri :     
1. Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang         banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang                  terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.        
2. Pemeriksaan dalam :          
- Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
- Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
- Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).      


Penanganan inversio uteri :    
1. Pencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan, jangan terlalu mendorong rahim atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tajam.     
2. Bila telah terjadi maka terapinya : 
- Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfusi darah serta perbaiki keadaan umum.
- Segera itu segera lakukan reposisi kalau perlu dalam narkosa.        
- Bila tidak berhasil maka lakukan tindakan operatif secara per abdominal (operasi Haultein) atau per vaginam (operasi menurut Spinelli).     
- Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan yaitu dengan tamponade vaginal lalu berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.


3. Perdarahan karena robekan servik 
Derajat satu Derajat dua Derajat tiga Derajat empat 
Mukosa vagina Mukosa vagina Mukosa vagina Mukosa vagina       
Komisura posterior Komisura posterior Komisura posterior Komisura posterior      
Kulit perineum Kulit perineum Kulit perineum Kulit perineum        
Otot perineum Otot perineum Otot perineum           
Otot sfingter ani Otot perineum dan dinding depan rectum


I. Perlukaan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan perinium tidak seberapa sering terdapat.Mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa,tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar.Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum.Perdarahan biasanya banyak,tapi mudah diatasi dengan jahitan.  
Kadang-kadang robekan bagian atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks.Apabila ligamentum latium terbuka dan cabang-cabang arteri terputus,timbul banyak perdarahan yang membahayakan jiwa penderita.Apabila perdarahan demikian itu sukar dikuasai dari bawah,terpaksa dilakukan laparatomi dan ligamentum latium dibuka untuk menghentikan perdarahan,jika hal yang terakir ini tidak berhasil,arteri hipogaspika yang bersangkutan perlu dilihat.


II.Robekan Seviks    


Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks,sehingga cerviks seorang multipara berbeda daripada yang belum melahirkan per vaginam.Robekan cerviks yang luas menimbulkan perdarahan dapat menjalar ke segmen bawah uterus.Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plae sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik,perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,khususnya robekan cerviks.
Dalam keadaan ini cerviks harus diperiksa dengan spekulum.pemeriksaan ini juga harus dilakukan secara rutin setelah tindakan obstetrik yang sakit.Apabila ada robekan cerviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum,supaya batas antara robekan dapat dihat dengan baik jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka,baru kemudian diadakan jahitan terus kebawah.
Apabila cerviks dan his kuat,cerviks uteri mengalami tekanan kuat oleh kepala janin,sedangkan pembukaan tidak maju.Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian cerviks atau pelepasan cerviks suc sirkelit.Hal ini dapat dihindarkan dengan sc jika diketahui ada Distocia Cervikalis.


Apabila sudah terjadi pelepasan cerviks,biasanya tidak membutuhkan pengobatan,hanya jika ada perdarahan tempat perdarahan dijahit.Jika bagian cerviks yang terlepas masih berhubungan dengan jaringan lain,hubungan ini sebaiknya diputuskan.
Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum.        


Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena:  
—Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena:           
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.       


 


Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta :    
• Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
• Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
• Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase     
• Bila kadar Hb8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.


Perdarahan post partum dapat dikendalikan melalui kontraksi & retraksi serat-serat miometrium.Kontraksi & retraksi menyebabkan terjadinya pembuluh darah sehingga aliran darah ketempat placenta jadi terhenti .Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan atoniauteri.     
2. Penyebab Atonia Uteri :


1. Kontraksi uterus lemah      
2.Darah merah tua berasal dari vena


•Robekan Serviks.      
1.Kontraksi kuat uterus          
2.darah merah tua berasal dari arteri


Kompresi bimanual interna dan eksterna merupakan salah satu upaya pertolongan pertama pada perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri. Tindakan ini bertujuan menjepit pembuluh darah dalam dinding uterus serta merangsang miometrium untuk berkontraksi.
Kompresi Bimanual Interna harus segera dilakukan apabila uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) pada fundus uteri. Karena ada intervensi tangan penolong yang masuk ke dalam jalan lahir, tindakan ini lebih dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada pasca partum. Oleh karena itu, Terapkan teknik septik-aseptik .
b.KAA
Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil dan perdarahan tetap terjadi lakukan kompresi aorta abdominal, cara ini dilakukan pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari


–pasang infus Ringer menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan Ringer Laktat 500 ml + 20 unit oksitosin, habiskan 500 cc pertama secepat mungkin    
• Ulangi lagi KBI       
•Apabila uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawatdarurat difasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan oprasi dan tranfusi darah       
•Rujuk segera dampingi ibu ketempat rujukan teruskan melakukan KBI
•Apabila uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, lanjutkan infus Ringer Laktat + 20 unit oksitocin dalam 500cc larutan dengan laju 500/jam hingga tiba ditempat rujukan/hingga menghabiskan 1,5 L infus, Kemudian berikan 125cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minimum untuk rehidrasi
Lakukan KAA (Kompresi aorta abdominal)
•Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah, manis dan kelingking pada umbilikus ke arah kulumna vertebralis dengan arah tegak lurus (Titik kompresi adalah tepat di atas pusar sedikit dan sedikit ke arah kiri)         
•Pertahankan selama 5-7 menit. Dorongan kepalan tangan akan mengenai bagian yang keras di bagian tengah atau sumbu badan ibu, dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis ( yang dipantau dengan jari telunjuk, dan tengah tangan kanan ) akan berkurang atau terhenti ( tergantung derajat tekanan pada aorta).


Kandung Kemih        
Penilaian ini penting untuk memastikan kandung kemih yang penuh. Karena kandung kemih yang penuh dapat mendorong uterus ke atas dan menghalangi kontraksi sehingga menimbukan perdarahan.


 


Kandung kencing


 


Jika kandung kencingnya penuh dengan air seni, maka uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik. Jika uterus naik di dalam abdomen, dan tergeser kesamping, hal ini biasanya merupakan pertanda bahwa kandung kencingnya penuh. Bantulah ibu tersebut bangun dan coba apakah dia dapat  ang air kecil. Jika ia tidak bisa buang air kecil, bantulah ia agar merasa rileks dengan meletakkan jari-jarinya di dalam air hangat, mengucurkan air keatas perineumnya, dengan menjaga privasinya. Jika ia tetap tidak dapat kencing, lakuakan kateterisasi. Setelah kandung kencingnya kosong, maka uterusnya akan dapat berkontraksi dengan baik


 


 


       Pada saat setelah plasenta keluar kandung kencing harus diusahakan kosong agar uterus dapat berkontraksi dengan kuat yang berguna untuk menghambat terjadinya perdarahan lanjut yang berakibat fatal bagi ibu. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan ibu dianjurkan untuk selalu mengosongkannya jika diperlukan, dan ingatkan kemungkinan keinginan berkemih berbeda setelah dia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih,bantu dengan menyiramkan air bersih dan hangat pada perineumnya atau masukkan jari-jari ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih scara spontan. Kalau upaya tersebut tidak berhasil dan ibu tidak dapat berkemih secara spontan maka perlu dan dapat dipalpasi maka perlu dilakukan kateterisasi secara aseptik dengan memasukkan kateter Nelaton DTT atau steril untuk mengosongkan kandung kemih ibu, setelah kosong segera lakukan masase pada fundus untuk menmbantu uterus berkontraksi dengan baik.


 


 


 


 


 


MEMBERIKAN ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR  
BAYI BARU LAHIR
   



Bayi baru lahir / new born ( Inggris ) / neonatus (Latin ) adl: Bayi yg baru dilahirkan sampai dgn umur 4 mgg      
BBL normal adl Bayi yg baru dilahirkan pd kehamilan cukup bulan, BB bayi antara 2500 gram sampai dgn 4000 gram & tanpa tanda asfiksia & penyakit penyerta lainya.
Neonatal Dini adl BBL sampai dgn usia 1 mgg        
Neonatal lanjut adl BBL dari usia 8 hari sampai dgn usia 28 hari.    

CIRI – CIRI UMUM BBL NORMAL


o   Bernafas & menangis spontan           


o   Frekuensi berkisar 180x/menit           


o   Warna kulit kemerah – merahan & terdpt verniks caseosa atau bersih          


o   Lemak subkutan cukup tebal


o   Rambut lanugo & rambut kepala tumbuh dgn baik   


o   Aktifitas atau gerakan aktif ekstremitas dlm keadaan afleksi           


o   BB berkisar antara 2500 – 3000 gr    


o   PB antara 50 – 55 cm 


o   Ukuran kepala a/l : FO 34 cm, MO 35 cm, SOB 32 cm        


o   Sebagai akibat perubahan lingkungan dlm uterus ke luar uterus, maka bayi


o   menerima rangsangan yg bersifat kimiawi, mekanik & termik.         


o   Hasil rangsangan tsb membuat bayi akan mengalami perubahan - perubahan


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


ADAPTASI FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR TERHADAP KEHIDUPAN LUAR UTERUS



1. Perubahan pada Sistem Pernapasan



Rangsangan u/ grk pernafasan :
• Tekanan mekanik dr thoraks
• Pe¯ Pa O2 & ke­ Pa CO2
• Rangsangan dingin pd daerah muka
Upaya bernafas pertama seorang bayi berfungsi untuk :
1. Mengeluarkan cairan dlm paru – paru
2. Mengembangkan jar. Alveolus paru – paru u/ pertama kali


Umur Kehamilan Perkembangan       
24 hari Bakal paru-paru terbentuk     
26 – 28 hari Kedua bronchi membesar          
6 minggu Di bentuk segmen bronchus           
12 minggu Differensial lobus             
24 minggu Dibentuk alveolus
28 minggu Dibentuk Surfaktan         
34 – 36 minggu Struktur Matang


PERKEMBANGAN SISTEM PULMONER


2. Perubahan pada Sistem Kardiovaskuler


           
Terjadi perubahan besar, yaitu :         
• Penutupan foramen ovale pd atrium jantung          
• Penutupan duktus arteriosus antara arteri paru2 & aorta    
Denyut jantung BBL rata2 140 dtk/mnt       
Volume drh pd BBL berkisar 80 – 110 ml/kg           

3. Perubahan pada Sistem Thermogenik   



Kehilangan panas pd BBL dpt tjd mll 4 cara a/l :     
• Konveksi : Proses hilangnya pns tbh melalui kontak dgn udara yg dingin di sktrnya
• Radiasi :Proses hilangnya pns tbh bl by diletakkan dkt dgn benda2 yg lbh rendah suhunya dr suhu tbhnya        
• Evaporasi : Proses hilangnya pns tbh bl by berada dlm keadaan bsh          
• Konduksi : Proses hilangnya pns tbh melalui kontak lgs dgn benda2 yg mempunyai suhu lbh rendah


 


4. Perubahan pd Sistem Renal        


Ginjal pd BBL sdh berfungsi, ttp blm sempurna.      
BBL hrs BAK dlm wkt 24 jam stlh lhr, dgn jumlah urin sktr 20 – 30 ml/hr & me­ mjd 100 – 200 ml/hr pd wkt akhir mgg pertama


5. Perubahan pd Sistem Gastrointestinal   



Kapasitas lambung BBL sgt bervariasi & tgt pd ukuran by, sktr 30 – 90 ml. Pengosongan dimulai dlm bbrp mnt pd saat pemberian makanan & selesai antara 2 – 4 jam stlh pemberian makanan & pengosongan ini dipengaruhi o/ bbrp faktor a/l wkt & volume makanan, jns & suhu makanan serta stres fisik.


6. Perubahan pd Sistem Hepar       

Liver bayi mempunyai peranan yg ptg dlm hal :        
• penyimpanan zat besi          
• metabolisme KH      
• konjugasi bilirubin   
• koagulasi      
Liver BBL blm matur untuk membentuk glukosa shg BBL mdh terkena hipoglikemi
Neonatus telah memiliki kapasitas fungsional u/ mengubah bilirubin, namun sebagian bsr BBL ada yg mengalami hiperbilirubinemia fisiologis   

7. Perubahan pd Sistem Immunitas           


Sistem immunitas BBL blm matang, shg menyebabkan BBL rentan thd berbagai infeksi & alergi
Sedangkan sistem immunitas yg telah matang akan memberikan kekebalan alami & kekebalan didpt pd tbh
Kekebalan alami t/d struktur pertahanan tbh yg mencegah a/ meminimalkan infeksi


8. Perubahan pd Sistem Integumen


Pd BBL semua struktur kulit tlh ada ttp blm matur.
Epidermis & dermis tdk terikat dgn erat & sgt tipis.
Verniks caseosa bersatu dgn epidermis         
Bayi aterm memiliki kulit erithemathous       
Kulit srg kelihatan berbintik & lurik2
Tangan & kaki sdkt sianosis


9. Perubahan pd Sistem Repro       
           
Pd bayi perempuan labia mayora & minora mengaburkan vestibulum & menutupi klitoris
Pd bayi laki-laki preputium biasanya tdk sepenuhnya tertarik msk   
Pd BBL baik perempuan / laki-laki srg ditemukan pembengkakan payudara


10. Perubahan pd Sistem Skeletal  

Tubuh BBL kelihatan sdkt tdk proposional  
Tgn sdkt lbh panjang dr kaki 
Punggung BBL kelihatan lurus & dpt ditekuk dgn mdh      
BBL dpt mengangkat & memutar kepala ketika menelungkup


11. Perubahan pd Sistem Neuromuscular 

Pertumbuhan otak sangat cepat & membutuhkan glukosa & O2 yg adekuat           
Bbrp aktivitas refleks yg tdpt pd BBL a/l :   
1. Refleks Moro / Peluk         
2. Rooting Reflex      
3. Refleks menghisap & menelan       
4. Refleks batuk & bersin      
5. Refleks genggam   
6. Refleks melangkah & berjalan       
7. Refleks otot leher   
8. Babinsky Reflex


 


TERMOREGULASI (Perlindungan Termal)


       I.            PENDAHULUAN


Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pd BBL blm berfungsi sempurna, permukaan tubuh bayi relatif luas, tubuh bayi terlalu kecil utk memproduksi & menghslkan panas sebabkan BBL mudah sekali terkena Hipotermi.
Disebut hipotermi bila suhu tubuh turun di bwh 36,5 °C
( N : 36,5 °C – 37,5 °C )


    II.            MEKANISME KEHILANGAN PANAS PADA BBL


 


  v   EVAPORASI
àdalah Proses kehilangan panas pd bayi krn penguapan cairan ketuban pd permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri krn tdk segera dikeringkan.


 


  v   KONDUKSI
àdalah Kehilangan panas tubuh melalui kontak langs ant tubuh bayi dengan permukaan yg dingin.


 


  v   KONVEKSI
àdalah kehilangan panas pd bayi yg tjd saat bayi terpapar udara sekiar yang lebih dingin.


 


  v   RADIASI
à Kehilangan panas yg tjd krn bayi ditempatkan di dekat benda- benda yg mempunyai suhu tubuh lebih rendah dr suhu tubuh bayi.


 


 


 III.            PENILAIAN HIPOTERMI BBL


Gejala Hipotermi BBL           
1. Bayi tdk mau menyusu/minum      
2. Bayi tampak lesu    
3. Tubuh bayi teraba dingin   
4. Dlm keadaan berat, denyut jantung bayi menurun & kulit bayi mengeras


Tanda-tanda Hipotermi sedang         
1. Akifitas berkurang, letargis            
2. Tangisan lemah      
3. Kulit berwarna tdk rata      
4. Kemampuan menghisap lemah      
5. Kaki teraba dingin


Tanda-tanda Stadium Lanjut Hipotermi        
1. Muka, ujung kaki & tangan berwarna merah terang.         
2. Bagian tubuh lainnya pucat           
3. Kulit mengeras merah & timbul edema terutama pd punggung, kaki & tangan


 


 IV.            PENCEGAHAN HIPOTERMI     
           
1. Segera mengeringkan bayi setelah lahir     
2. Menyelimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat     
3. Menutupi kepala bayi dengan topi
4. Bonding attachment dan memberikan ASI           
5. Tidak memandikan bayi minimal 6 jam setelah lahir (sampai suhu tubuh stabil)  
6. Rawat gabung


 


    V.            EVALUASI NILAI APGAR         

KU bayi dimulai 1 menit stlh lahir dgn menggunakan nilai APGAR.
Penilaian ini bertujuan u/ mengetahui apakah bayi menderita asfiksia/tdk.
Penilaian bayi dilakukan berdasakan :           
1. Usaha bernafas       
2. Frekuensi denyut jantung  
3. Warna kulit            
4. Tonus otot  
5. Reaksi Penghisapan


USAHA BERNAFAS          

Jika bayi mengalami kesulitan bernafas, jgn lakukan pemeriksaan sblm jln nafas dibersihkan & pemberian O2 hingga respirasi kembali normal.


CARA MEMBERSIHKAN JALAN NAFAS      
           

1. kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut & tdk di faring bagian belakang
2. mulut dibersihkan terlebih dahulu agar cairan tdk terakspirasi & isapan pd hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap.
3. Apabila mekonium kental & bayi mengalami depresi, hrs dilakukan penghisapan dr trakea dgn menggunakan pipa endotrakea.


MENILAI USAHA BERNAFAS  

1. Bila bayi bernafas spontan & memadai, à menilai frekuensi denyut jantung        
2. Bila bayi mengalami apnea/sukar bernafas à lakukan rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau menyetil telapak kaki bayi/menggosok-gosok punggung bayi sambil beri O2 100% kecepatan 5ltr/mnt.
3. Apabila stlh bbrp detik tdk tjd reaksi atas rangsangan taktil mulai beri VTP.


FREKUENSI DENYUT JANTUNG


MENILAI FREKUENSI DENYUT JANTUNG BAYI 
– Denyut Jantung pd saat lahir berkisar ant 100-180x/mnt & sgr stabil mjd 100-120/140x/mnt.
– Penilaian frekuensi denyut jantung bayi dilakukan apabila pernafasan spontan normal teratur.
– Cara menghitung frekuensi denyut jantung yaitu dg menghitung jml denyut jantung dlm
6 det x 10 = frekuensi jantung permnt           
Apabila frekuensi denyut jantung < 100/mnt, wlaupun bayi bernafas spontan à indikator lakukan VTP.
Apabila detak jantung tdk dpt dideteksi à efinefrin hrs sgr diberikan & pd saat yg sama VTP &    kompresi dada dimulai.                      
Menilai warna kulit br dilakukan apabila bayi bernafas spontan & frekuensi denyut jantung > 100x/mnt.
Apabila terdpt sianosis sentral, O2 tetap diberikan.  
Apabila tdp sianosis perifer,O2 tdk perlu diberikan.


WARNA KULIT     
           
Menilai warna kulit br dilakukan apabila bayi bernafas spontan & frekuensi denyut jantung > 100x/mnt.
Apabila terdpt sianosis sentral, O2 tetap diberikan.  
Apabila tdp sianosis perifer,O2 tdk perlu diberikan. 


 


TONUS OTOT         

Pd saat lahir biasanya tonus otot lemas, ttp stlh 1 atau 2x tangisan tonus otot bayi akan bertambah sempurna.
Sgr stlh lahir bayi cenderung u/ memfleksikan tbhnya à u/ m’capai posisi senyamam mungkin.
Tonus otot yg buruk pd by yg berusia bbrp mnt hrs dianggap sbg pertanda buruk à anoksia, narkosis, kolaps vaskuler, sindrom jantung kiri konginental, hipoglikemia, sindrom down, hematoma subdural dr sumsum tulang belakang dll.            


REAKSI PENGHISAPAN 

Reaksi penghisapan dpt dilihat dr reflek pd saat jln nafas dibersihkan.        
Apabila bayi dlm keadaan menyeringai, batuk/bersin à reaksi penghisapan baik.


APGAR ringkasan dari :        
A : Appearance : Rupa (warna kulit) 
P : Pulse Rate : Nadi/frekuensi jantung         
G : Grimace : Menyeringai (akibat reflek kateter dlm hidung)          
A : Activity : Keaktifan/tonus otot    
R : Respiration : Pernafasan   
Setiap Penilaian diberi angka : 0, 1, 2


SKORE

0

1

2

Nilai

A

pucat

Badan merah ekremitas biru

Seluruh tubuh merah- kemerahan

 

P

Tidak ada

< 100

Ø  100

 

G

Tidak ada

Sedikit gerakan mimic

Menangis, batuk / bersin

 

A

lumpuh

Ektremitas dlm fleksi sediki

Gerakan Aktif kuat

 

R

Tidak ada

Lemah, idak teratur

Menangis kuat

 

Jumlah

 

Dari hasil penilaian tsb dpt diketahui keadaan bayi dgn kriteria sbb :


  v   Nilai APGAR 7 – 10 : Bayi normal


  v   Nilai APGAR 4 – 6 : Asfiksia ringan – sedang


  v   Nilai APGAR 0 – 3 : Asfiksia berat


  v   Bila nilai APGAR dlm 2 mnt tdk mencapai nilai 7, maka hrs dilakukan tindakan resusitasi lebih lanjut..


 


 


REFERENSI


Affandi, Biran, dkk. 2007. Asuhan Persalinan Normal, Asuhan Essensial Persalinan (Edisi Revisi), Jakarta : Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, (Hal. 123 dan hal. 139-141).
Varney H, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC, (Hal 837-39).
Saifuddin, dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal, Jakarta :YBPSP, (Hal.101 dan hal. 118-121


 

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking